SURABAYA, KOMPAS.com - Pelatihan guru menghadapi
kurikulum baru dijadwalkan berlangsung bulan April dan Mei 2013. Guru
akan berlatih cara menyampaikan materi pelajaran dalam kurikulum baru
yang menerapkan penghapusan beberapa mata pelajaran.
Hal itu
disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Sabtu
(2/2/2013) di Surabaya, Jawa Timur. "April dan Mei itu nanti ada libur
semester dan bisa dimanfaatkan untuk pelatihan," katanya.
Pelatihan
tersebut akan menggunakan buku mata pelajaran yang baru. Buku-buku itu
kini sedang dibuat dan ditargetkan selesai pada Februari ini. Total
biaya untuk pengadaan buku tersebut mencapai Rp 1,3 triliun untuk 72,8
juta eksemplar.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jawa
Timur Harun mengatakan, para guru di Jatim sangat menantikan pelatihan
tersebut. Hal yang membuat para guru bingung antara lain cara
mengajarkan mata pelajaran yang merupakan pen
memberikan pencerahan pada setiap peraturan yang di terbitkan oleh pemerintah sebagai informasi publik..
Selasa, 19 Februari 2013
Menanti pelaksanaan Kurikilum 2013
Kurikulum pendiidkan 2013
JAKARTA, KOMPAS.com — Persiapan guru untuk kurikulum baru yang akan diterapkan pada Juli bukan hanya terbatas pada pelatihan, melainkan juga akan ada pendampingan intensif bagi para guru oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa pelatihan guru dengan durasi 52 jam pertemuan tidak akan cukup untuk menyiapkan guru mampu menyampaikan kurikulum baru yang memiliki metode berbeda ini, yaitu tematik integratif.
"Guru belajar terus-menerus. Tidak langsung latihan 60 jam terus langsung berubah, enggak seperti itu. Akan ada pendampingan itu tadi," kata Nuh di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan, Jakarta, Rabu (13/2/2013).
Ada tiga pendampingan yang akan dilakukan pada guru setelah menjalani pelatihan. Pendampingan pertama dan yang paling efektif adalah LPTK dan LPMP masuk ke kelas untuk melihat bagaimana guru mengajar sehingga dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan guru tersebut.
"Dampingi secara fisik dan terlibat dalam kegiatan belajar mengajarnya sehingga bisa tahu plus-minus guru itu sendiri," ujar Nuh.
Kemudian, pendampingan kedua adalah membuka ruang bagi guru untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi secara online. Guru dapat memaparkan permasalahannya saat mengajar dengan menggunakan pesan singkat atau melalui e-mail.
"Kalau ada permasalahan bisa disampaikan, baik sms maupun e-mail. Ini cara pendampingan yang kedua," kata Nuh.
Yang terakhir, pendampingan ketiga akan disiapkan bahan-bahan yang bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah di lapangan melalui situs internet. Guru bisa melihat atau mengunduh bahan tersebut sehingga dapat dipraktikkan pada saat mengajar.
JAKARTA, KOMPAS.com — Persiapan guru untuk kurikulum baru yang akan diterapkan pada Juli bukan hanya terbatas pada pelatihan, melainkan juga akan ada pendampingan intensif bagi para guru oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa pelatihan guru dengan durasi 52 jam pertemuan tidak akan cukup untuk menyiapkan guru mampu menyampaikan kurikulum baru yang memiliki metode berbeda ini, yaitu tematik integratif.
"Guru belajar terus-menerus. Tidak langsung latihan 60 jam terus langsung berubah, enggak seperti itu. Akan ada pendampingan itu tadi," kata Nuh di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan, Jakarta, Rabu (13/2/2013).
Ada tiga pendampingan yang akan dilakukan pada guru setelah menjalani pelatihan. Pendampingan pertama dan yang paling efektif adalah LPTK dan LPMP masuk ke kelas untuk melihat bagaimana guru mengajar sehingga dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan guru tersebut.
"Dampingi secara fisik dan terlibat dalam kegiatan belajar mengajarnya sehingga bisa tahu plus-minus guru itu sendiri," ujar Nuh.
Kemudian, pendampingan kedua adalah membuka ruang bagi guru untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi secara online. Guru dapat memaparkan permasalahannya saat mengajar dengan menggunakan pesan singkat atau melalui e-mail.
"Kalau ada permasalahan bisa disampaikan, baik sms maupun e-mail. Ini cara pendampingan yang kedua," kata Nuh.
Yang terakhir, pendampingan ketiga akan disiapkan bahan-bahan yang bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah di lapangan melalui situs internet. Guru bisa melihat atau mengunduh bahan tersebut sehingga dapat dipraktikkan pada saat mengajar.
Senin, 18 Februari 2013
PP Perdes
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerinta han Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548), perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Desa;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 Tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan
dengan Unda ng-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Pemerintah daerah adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah;
3. Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Kecamatan adalah wilayah kerja
camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
5. Desa atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
6. Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintah Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
8. Badan Permusyawaratan Desa atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan desa.
9. Lembaga Kemasyarakatan atau yang
disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat.
10. Dana perimbangan adalah pengertian
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.
11. Alokasi Dana Desa adalah dana yang
dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari
bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
13. Peraturan Daerah adalah Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
14. Peraturan Desa adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
15. Pembinaan adalah pemberian
pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan,
pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum
dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa.
16. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 2
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 2
(1) Desa dibentuk atas prakarsa
masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
(2) Pembentukan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja;
d. perangkat; dan
e. sarana dan prasarana pemerintahan.
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja;
d. perangkat; dan
e. sarana dan prasarana pemerintahan.
(3) Pembentukan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau
lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
(4) Pemekaran dari satu desa menjadi
dua desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah
mencapai paling sedikit 5 (lima ) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.
(5) Desa yang kondisi masyarakat dan
wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dihapus atau digabung.
Pasal 3
(1) Dalam wilayah desa dapat dibentuk
Dusun atau sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa
dan ditetapkan dengan peraturan desa.
(2) Sebutan bagian wilayah kerja
pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang ditetapkan dengan peraturan
desa.
Pasal 4
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengakui dan menghormati hak
asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat.
Bagian Kedua
Perubahan Status
Pasal 5
Perubahan Status
Pasal 5
(1) Desa dapat diubah atau disesuaikan
statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD
dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
(2) Perubahan status desa menjadi
kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan:
a. luas wilayah;
b. jumlah penduduk;
c. prasarana dan sarana pemerintahan;
d. potensi ekonomi; dan
e. kondisi sosial budaya masyarakat.
b. jumlah penduduk;
c. prasarana dan sarana pemerintahan;
d. potensi ekonomi; dan
e. kondisi sosial budaya masyarakat.
(3) Desa yang berubah menjadi
Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri.
(5) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak
asal-usul, adat istiadat desa dan sosial budaya masyarakat setempat.
Pasal 6
(1) Desa yang berubah statusnya
menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh
kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
(2) Pendanaan sebagai akibat perubahan
status desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.
BAB III
KEWENANGAN DESA
Pasal 7
KEWENANGAN DESA
Pasal 7
Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup:
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d. urusan pemerintahan lainnya yang
oleh peraturan perundang- undangan diserahkan kepada desa.
Pasal 8
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan
pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah
urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat.
Pasal 9
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang
diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri.
(2) Penyerahan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pembiayaannya.
Pasal 10
(1) Tugas pembantuan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf c wajib disertai dengan dukungan pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
(2) Penyelenggaraan tugas pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
(3) Desa berhak menolak melaksanakan
tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak disertai dengan
pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia.
BAB IV
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD.
Bagian Kedua
Pemerintahan Desa
Paragraf 1
Pemerintah Desa
Pasal 12
Pemerintahan Desa
Paragraf 1
Pemerintah Desa
Pasal 12
(1) Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2) Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
(3) Perangkat Desa lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. sekretariat desa;
b. pelaksana teknis lapangan;
c. unsur kewilayahan.
b. pelaksana teknis lapangan;
c. unsur kewilayahan.
(4) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
(5) Susunan organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa.
Pasal 13
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. tata cara penyusunan struktur
organisasi;
b. perangkat;
c. tugas dan fungsi;
d. hubungan kerja.
b. perangkat;
c. tugas dan fungsi;
d. hubungan kerja.
Paragraf 2
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa
Pasal 14
(1) Kepala Desa mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
(2) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa mempunyai wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b. mengajukan rancangan peraturan
desa;
c. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
c. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan
peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
e. membina kehidupan masyarakat desa;
f. membina perekonomian desa;
g. mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
f. membina perekonomian desa;
g. mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h. mewakili desanya di dalam dan di
luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
i. melaksanakan wewenang lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Dalam melaksanakan tugas dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala Desa mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. melaksanakan prinsip tata
pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
f. menjalin hubungan kerja dengan
seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang- undangan;
h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
l. mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
g. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang- undangan;
h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
l. mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m. membina, mengayomi dan melestarikan
nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n. memberdayakan masyarakat dan
kelembagaan di desa; dan
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;
(2) Selain kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
(3) Laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
(4) Laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1
(satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD.
(5) Menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan
secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau
media lainnya.
(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai dasar melakukan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan desa dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.
(7) Laporan akhir masa jabatan Kepala
Desa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada BPD.
Pasal 16
Kepala desa dilarang:
a. menjadi pengurus partai politik;
a. menjadi pengurus partai politik;
b. merangkap jabatan sebagai Ketua
dan/atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan;
c. merangkap jabatan sebagai Anggota
DPRD d. terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan
pemilihan kepala daerah;
e. merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan
masyarakat lain;
f. melakukan kolusi, korupsi dan
nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menyalahgunakan wewenang; dan
h. melanggar sumpah/janji jabatan.
h. melanggar sumpah/janji jabatan.
Pasal 17
(1) Kepala Desa berhenti, karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. diberhentikan.
b. permintaan sendiri;
c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya dan telah
dilantik pejabat yang baru;
b. tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6
(enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai
kepala desa;
d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan;
e. tidak melaksanakan kewajiban kepala desa; dan/atau
f. melanggar larangan bagi kepala desa.
d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan;
e. tidak melaksanakan kewajiban kepala desa; dan/atau
f. melanggar larangan bagi kepala desa.
(3) Usul pemberhentian kepala desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan ayat (2) huruf a dan
huruf b diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat,
berdasarkan keputusan musyawarah BPD.
(4) Usul pemberhentian kepala desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f
disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat berdasarkan keputusan
musyawarah BPD yang dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD.
(5) Pengesahan pemberhentian kepala
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima.
(6) Setelah dilakukan pemberhentian
Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bupati/Walikota mengangkat
Penjabat Kepala Desa.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengangkatan penjabat Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 18
(1) Kepala desa diberhentikan
sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila dinyatakan
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2) Kepala desa diberhentikan oleh
Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila terbukti melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 19
Kepala desa diberhentikan sementara oleh Bupati/ Walikota tanpa melalui
usulan BPD karena berstatus sebagai tersangka melakukan tindak pidana korupsi,
tindak pidana terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 20
(1) Kepala desa yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19, setelah
melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, Bupati/Walikota harus
merehabilitasi dan/atau mengaktifkan kembali kepala desa yang bersangkutan
sampai dengan akhir masa jabatan.
(2) Apabila kepala desa yang
diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa
jabatannya Bupati/Walikota hanya merehabilitasi kepala desa yang bersangkutan.
Pasal 21
Apabila Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19, Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan
kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 22
Apabila Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(2) dan Pasal 19, Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa dengan tugas
pokok menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 23
(1) Tindakan penyidikan terhadap
Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari
Bupati/Walikota.
(2) Hal-hal yang dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tertangkap tangan melakukan tindak
pidana kejahatan;
b. diduga telah melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati.
(3) Tindakan penyidika n sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik
kepada Bupati/Walikota paling lama 3 hari.
Paragraf 3
Perangkat Desa
Pasal 24
(1) Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya,
Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Kepala Desa.
Pasal 25
(1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan, yaitu:
a. berpendidikan paling rendah lulusan
SMU atau sederajat;
b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
d. mempunyai pengalaman di bidang
administrasi keuangan dan di bidang perencanaan;
e. memahami sosial budaya masyarakat
setempat; dan
f. bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.
f. bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.
(2) Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama
Bupati/Walikota.
Pasal 26
(1) Perangkat Desa lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasa l 12 ayat (3) diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa.
(2) Pengangkatan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(3) Usia Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60
(enam puluh) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Perangkat Desa Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(5) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurang-kurangnya memuat:
a. persyaratan calon;
b. mekanisme pengangkatan;
c. masa jabatan;
d. kedudukan keuangan;
e. uraian tugas;
f. larangan; dan
g. mekanisme pemberhentian.
b. mekanisme pengangkatan;
c. masa jabatan;
d. kedudukan keuangan;
e. uraian tugas;
f. larangan; dan
g. mekanisme pemberhentian.
Paragraf 4
Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan
Perangkat Desa
Pasal 27
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa
diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai
dengan kemampuan keuangan desa.
(2) Penghasilan tetap dan/atau
tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
(3) Penghasilan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional
Kabupaten/Kota.
Pasal 28
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. rincian jenis penghasilan b.
rincian jenis tunjangan;
c. penentuan besarnya dan pembebanan pemberian penghasilan dan/atau tunjangan.
c. penentuan besarnya dan pembebanan pemberian penghasilan dan/atau tunjangan.
Bagian Ketiga
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 29
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 29
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Pasal 30
(1) Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2) Anggota BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
(3) Masa jabatan anggota BPD adalah 6
(enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya.
Pasal 31
Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima)
orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah,
jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
Pasal 32
(1) Peresmian anggota BPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(2) Anggota BPD sebelum memangku
jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat
dan dipandu oleh Bupati/ Walikota.
Pasal 33
(1) Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu)
orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris.
(2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat
BPD yang diadakan secara khusus.
(3) Rapat pemilihan Pimpinan BPD untuk
pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
Pasal 34
BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Pasal 35
BPD mempunyai wewenang:
a. membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
a. membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
b. melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
c. mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian kepala desa;
d. membentuk panitia pemilihan kepala desa;
d. membentuk panitia pemilihan kepala desa;
e. menggali,menampung, menghimpun,
merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
f. menyusun tata tertib BPD.
Pasal 36
BPD mempunyai hak:
a. meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;
b. menyatakan pendapat.
a. meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;
b. menyatakan pendapat.
Pasal 37
(1) Anggota BPD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan peraturan
desa;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. memperoleh tunjangan.
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. memperoleh tunjangan.
(2) Anggota BPD mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala
peraturan perundang-undangan;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa;
c. mempertahankan dan memelihara hukum
nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. menyerap, menampung, menghimpun,
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
e. memproses pemilihan kepala desa;
e. memproses pemilihan kepala desa;
f. mendahulukan kepentingan umum
diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g. menghormati nilai-nilai sosial
budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
h. menjaga norma dan etika dalam
hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Pasal 38
(1) Rapat BPD dipimpin oleh Pimpinan
BPD.
(2) Rapat BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya � (satu per dua) dari
jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam hal tertentu Rapat BPD
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan dengan persetujuan sekurang-
kurangnya � (satu per dua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.
(4) Hasil rapat BPD ditetapkan dengan
Keputusan BPD dan dilengkapi dengan notulen rapat yang dibuat oleh Sekretaris
BPD.
Pasal 39
(1) Pimpinan dan Anggota BPD menerima
tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
(2) Tunjangan pimpinan dan anggota BPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam APB Desa.
Pasal 40
(1) Untuk kegiatan BPD disediakan
biaya operasional sesuai kemampuan keuangan desa yang dikelola oleh Sekretaris
BPD.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada
aya t (1), ditetapkan setiap tahun dalam APB Desa.
Pasal 41
(1) Pimpinan dan Anggota BPD tidak
diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2) Pimpinan dan Anggota BPD dilarang:
a. sebagai pelaksana proyek desa;
b. merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan
masyarakat lain;
c. melakukan korupsi, kolusi,
nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
d. menyalahgunakan wewenang; dan
e. melanggar sumpah/janji jabatan.
e. melanggar sumpah/janji jabatan.
Pasal 42
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
BPD, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. persyaratan untuk menjadi anggota
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat;
b. mekanisme musyawarah dan mufakat
penetapan anggota;
c. pengesahan penetapan anggota;
d. fungsi, dan wewenang;
e. hak, kewajiban, dan larangan;
f. pemberhentian dan masa keanggotaan;
g. penggantian anggota dan pimpinan;
h. tata cara pengucapan sumpah/janji;
i. pengaturan tata tertib dan mekanisme kerja;
j. tata cara menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
k. hubungan kerja dengan kepala desa dan lembaga kemasyarakatan;
l. keuangan dan administratif.
c. pengesahan penetapan anggota;
d. fungsi, dan wewenang;
e. hak, kewajiban, dan larangan;
f. pemberhentian dan masa keanggotaan;
g. penggantian anggota dan pimpinan;
h. tata cara pengucapan sumpah/janji;
i. pengaturan tata tertib dan mekanisme kerja;
j. tata cara menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
k. hubungan kerja dengan kepala desa dan lembaga kemasyarakatan;
l. keuangan dan administratif.
Bagian Keempat
Pemilihan Kepala Desa
Pasal 43
Pemilihan Kepala Desa
Pasal 43
(1) BPD memberitahukan kepada Kepala
Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6
(enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan.
(2) BPD memproses pemilihan kepala
desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan kepala desa.
Pasal 44
Calon Kepala Desa adalah penduduk desa
Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai
Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;
c. berpendidikan paling rendah tamat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau sederajat;
d. berusia paling rendah 25 (dua puluh
lima) tahun;
e. bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;
f. penduduk desa setempat;
e. bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;
f. penduduk desa setempat;
g. tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun;
h. tidak dicabut hak pilihnya sesuai
dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. Belum pernah menjabat sebagai
Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan.
j. memenuhi syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
Pasal 45
Penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan
suara pemilihan kepala desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal 46
(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh
penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.
(2) Pemilihan Kepala Desa bersifat
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
(3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan
melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.
Pasal 47
(1) Untuk pencalonan dan pemilihan
Kepala Desa, BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat
desa, pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.
(2) Panitia pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan
persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan
pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
Pasal 48
(1) Panitia pemilihan melaksanakan
penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Kepala Desa sesuai persyaratan.
(2) Bakal Calon Kepala Desa yang telah
memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa oleh Panitia
Pemilihan.
Pasal 49
(1) Calon Kepala Desa yang berhak
dipilih diumumkan kepada masyarakat ditempat-tempat yang terbuka sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2) Calon Kepala Desa dapat melakukan
kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pasal 50
(1) Calon Kepala Desa yang dinyatakan
terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak.
(2) Panitia Pemilihan Kepala Desa
melaporkan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
(3) Calon Kepala Desa Terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan BPD berdasarkan
Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
(4) Calon Kepala Desa Terpilih
disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk disahkan
menjadi Kepala Desa Terpilih.
(5) Bupati/Walikota menerbitkan
Keputusan Bupati/ Walikota tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Terpilih
paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal diterimanya penyampaian
hasil pemilihan dari BPD.
Pasal 51
(1) Kepala Desa Terpilih dilantik oleh
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan
keputusan Bupati/Walikota.
(2) Pelantikan Kepala Desa dapat
dilaksanakan di desa bersangkutan dihadapan masyarakat.
(3) Sebelum memangku jabatannya,
Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji.
(4) Susunan kata-kata sumpah/janji
Kepala Desa dimaksud adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi
kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan
seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan
kehidupan demokrasi dan Undang- Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala
peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa,
daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Pasal 52
Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan
berikutnya.
Pasal 53
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian
Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. mekanisme pembentukan panitia
pemilihan;
b. susunan, tugas, wewenang dan tanggungjawab panitia pemilihan;
c. hak memilih dan dipilih;
d. persyaratan dan alat pembuktiannya;
e. penjaringan bakal calon;
f. penyaringan bakal calon;
g. penetapan calon berhak dipilih;
h. kampanye calon;
i. pemungutan suara;
j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah;
k. penetapan calon terpilih;
l. pengesahan pengangkatan;
m. pelantikan;
n. sanksi pelanggaran;
o. biaya pemilihan.
b. susunan, tugas, wewenang dan tanggungjawab panitia pemilihan;
c. hak memilih dan dipilih;
d. persyaratan dan alat pembuktiannya;
e. penjaringan bakal calon;
f. penyaringan bakal calon;
g. penetapan calon berhak dipilih;
h. kampanye calon;
i. pemungutan suara;
j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah;
k. penetapan calon terpilih;
l. pengesahan pengangkatan;
m. pelantikan;
n. sanksi pelanggaran;
o. biaya pemilihan.
Pasal 54
(1) Pemilihan Kepala Desa dan masa
jabatan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku
ketentuan hukum adat setempat.
(2) Pemilihan kepala desa dan masa
jabatan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud ayat (2) wajib memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat
istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat.
BAB V
PERATURAN DESA
Pasal 55
PERATURAN DESA
Pasal 55
(1) Peraturan Desa ditetapkan oleh
Kepala Desa bersama BPD.
(2) Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2) Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(3) Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang- undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat.
(4) Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 56
Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 57
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa.
Pasal 58
Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui
Camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah ditetapkan.
Pasal 59
(1) Untuk melaksanakan Peraturan Desa,
Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa.
(2) Peraturan Kepala Desa dan/atau
Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum, dan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.
Pasal 60
(1) Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa dimuat da lam Berita Daerah.
(2) Pemuatan Peraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris
Daerah.
(3) Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
Pasal 61
(1) Rancangan Peraturan Desa tentang
APB Desa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa
paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi Bupati/Walikota
terhadap Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Desa.
(3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat
menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi Peraturan Desa.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman Pembentukan dan mekanisme
penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri.
BAB VI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Pasal 63
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Pasal 63
(1) Dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa disusun perencanaan pembangungan desa sebagai satu kesatuan
dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara partisipatif oleh
pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam menyusun perencanaan
pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melibatkan lembaga
kemasyarakatan desa.
Pasal 64
(1) Perencanaan pembangunan desa
sebaga imana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) disusun secara berjangka
meliputi;
a. Rencana pembangunan jangka menengah
desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
b. Rencana kerja pembangunan desa,
selanjutnya disebut RKP- Desa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
(2) RPJMD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Desa berpedoman pada Peraturan Daerah.
Pasal 65
(1) Perencanaan pembangunan desa sebagaimana
dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) didasarkan pada data dan informasi yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mencakup:
a. penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. organisasi dan tata laksana pemerintahan desa;
c. keuangan desa;
d. profil desa;
b. organisasi dan tata laksana pemerintahan desa;
c. keuangan desa;
d. profil desa;
e. informasi lain terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan, tata cara penyusunan,
pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB VII
KEUANGAN DESA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 67
KEUANGAN DESA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 67
(1) Penyelenggaraan urusan
pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan
dan belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah.
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintah
daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
(3) Penyelenggaraan urusan pemerintah
yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan
belanja negara.
Bagian Kedua
Sumber Pendapatan
Pasal 68
Sumber Pendapatan
Pasal 68
(1) Sumber pendapatan desa terdiri
atas:
a. pendapatan asli desa, terdiri dari
hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil
gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b. bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari
retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c. bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling
sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara
proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d. bantuan keuangan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan;
e. hibah dan sumbangan dari pihak
ketiga yang tidak mengikat.
(2) Bantuan keuangan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf d disalurkan melalui kas desa.
(3) Sumber pendapatan desa yang telah
dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah
atau pemerintah daerah.
Pasal 69
Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. tanah kas desa;
b. pasar desa;
c. pasar hewan;
d. tambatan perahu;
e. bangunan desa;
f. pelelangan ikan yang dikelola oleh desa; dan
g. lain-lain kekayaan milik desa.
a. tanah kas desa;
b. pasar desa;
c. pasar hewan;
d. tambatan perahu;
e. bangunan desa;
f. pelelangan ikan yang dikelola oleh desa; dan
g. lain-lain kekayaan milik desa.
Pasal 70
(1) Sumber pendapatan daerah yang
berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi
atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tamba han oleh Pemerintah
Desa.
(2) Pungutan retribusi dan pajak
lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil
alih oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Bagian desa dari perolehan bagian
pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dan pengalokasiannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 71
(1) Pemberian hibah dan sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf e tidak mengurangi
kewajiban- kewajiban pihak penyumbang kepada desa.
(2) Sumbangan yang berbentuk barang,
baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang
inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam APB Desa.
Pasal 72
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diatur
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. sumber pendapatan;
b. jenis pendapatan;
c. rincian bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
d. bagian dana perimbangan;
e. persentase dana alokasi desa;
f. hibah;
g. sumbangan;
h. kekayaan.
b. jenis pendapatan;
c. rincian bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
d. bagian dana perimbangan;
e. persentase dana alokasi desa;
f. hibah;
g. sumbangan;
h. kekayaan.
Bagian Ketiga
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Pasal 73
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Pasal 73
(1) APB Desa terdiri atas bagian
pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan.
(2) Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa.
(2) Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa.
(3) Kepala Desa bersama BPD menetapkan
APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 74
Pedoman penyusunan APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Pengelolaan
Pasal 75
Pengelolaan
Pasal 75
(1) Kepala Desa adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan desa.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau
seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan kepada perangkat desa.
Pasal 76
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) diatur dengan peraturan desa.
Pasal 77
Pedoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(1) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Badan Usaha Milik Desa
Pasal 78
Badan Usaha Milik Desa
Pasal 78
(1) Dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.
(2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 79
(1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh
Pemerintah Desa.
(2) Permodalan Badan Usaha Milik Desa
dapat berasal dari:
a. Pemerintah Desa;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
d. pinjaman; dan/atau
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
d. pinjaman; dan/atau
e. penyertaan modal pihak lain atau
kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
(3) Kepengurusan Badan Usaha Milik
Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat.
Pasal 80
(1) Badan Usaha Milik Desa dapat
melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Pasal 81
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. bentuk badan hukum;
b. kepengurusan;
c. hak dan kewajiban;
d. permodalan;
e. bagi hasil usaha;
f. kerjasama dengan pihak ketiga;
g. mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban;
b. kepengurusan;
c. hak dan kewajiban;
d. permodalan;
e. bagi hasil usaha;
f. kerjasama dengan pihak ketiga;
g. mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban;
BAB VIII
KERJA SAMA DESA
Pasal 82
KERJA SAMA DESA
Pasal 82
(1) Desa dapat mengadakan kerja sama
antar desa untuk kepentingan desa masing-masing.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang membebani masyarakat dan desa harus mendapatkan persetujuan
BPD.
(3) Kerja sama antar desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 83
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 ayat (2) ayat (3) berlaku juga bagi desa yang melakukan kerja
sama dengan pihak ketiga.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi bidang:
a. peningkatan perekonomian masyarakat
desa;
b. peningkatan pelayanan pendidikan;
c. kesehatan;
d. sosial budaya;
e. ketentraman dan ketertiban; dan/atau
b. peningkatan pelayanan pendidikan;
c. kesehatan;
d. sosial budaya;
e. ketentraman dan ketertiban; dan/atau
f. pemanfaatan sumber daya alam dan
teknologi tepat gun a dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pasal 84
Untuk pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal
83 dapat dibentuk Badan Kerjasama.
Pasal 85
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pelaksanaan Kerja sama Antar Desa, dan Kerja sama Desa dengan Pihak Ketiga
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. ruang lingkup;
b. tugas dan tanggung jawab;
c. pelaksanaan;
d. penyelesaian perselisihan;
e. tenggang waktu;
f. pembiayaan.
b. tugas dan tanggung jawab;
c. pelaksanaan;
d. penyelesaian perselisihan;
e. tenggang waktu;
f. pembiayaan.
Pasal 86
(1) Perselisihan kerja sama antar desa
dalam satu kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(2) Perselisihan kerja sama antar desa
pada kecamatan yang berbeda dalam satu Kabupaten/Kota difasilitasi dan
diselesaikan oleh Bupati/Walikota.
(3) Penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara adil dan tidak
memihak.
(4) Penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.
Pasal 87
(1) Perselisihan kerja sama desa
dengan pihak ketiga dalam satu kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh
Camat.
(2) Perselisihan kerja sama desa
dengan pihak ketiga pada kecamatan yang berbeda dalam satu Kabupaten/Kota
difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati/Walikota.
(3) Apabila pihak ketiga tidak menerima
penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
mengajukan penyelesaian ke pengadilan.
Pasal 88
(1) Pembangunan kawasan perdesaan yang
dilakukan oleh Kabupaten/Kota dan atau pihak ketiga wajib mengikutsertakan
Pemerintah Desa dan BPD.
(2) Dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan perdesaan wajib
mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
(4) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat:
a. kepentingan masyarakat desa melalui
keikutsertaan masyarakat;
b. kewenangan desa;
c. kelancaran pelaksanaan investasi;
d. kelestarian lingkungan hidup; dan
e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
b. kewenangan desa;
c. kelancaran pelaksanaan investasi;
d. kelestarian lingkungan hidup; dan
e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
BAB IX
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Pasal 89
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Pasal 89
(1) Di desa dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Pasal 90
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1)
mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam
memberdayakan masyarakat desa.
Pasal 91
Tugas Lembaga Kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 meliputi:
a. menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
a. menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
b. melaksanakan, mengendalikan,
memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
c. menggerakkan dan mengembangkan
partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat d. menumbuhkembangkan kondisi
dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Pasal 92
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91, lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi:
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b. penanaman dan pemupukan rasa
persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. peningkatan kualitas dan percepatan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat;
d. penyusunan rencana, pelaksanaan,
pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak
prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotongroyong masyarakat;
f. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan
g. pemberdayaan hak politik masyarakat;
g. pemberdayaan hak politik masyarakat;
Pasal 93
Kegiatan lembaga kemasyarakatan
ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui:
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat; dan
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat; dan
e. pengembangan kegiatan lain sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat.
Pasal 94
(1) Pengurus lembaga kemasyarakatan
dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan,
kemampuan, dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat;
(2) Susunan dan jumlah pengurus
lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pasal 95
Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa
bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Pasal 96
Dana kegiatan lembaga kemasyarakatan
dapat bersumber dari:
a. swadaya masyarakat;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
a. swadaya masyarakat;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
d. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
e. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.
e. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 97
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
lembaga kemasyarakatan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. Tata cara pembentukan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan;
e. tata kerja;
f. hubungan kerja;
g. sumber dana.
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan;
e. tata kerja;
f. hubungan kerja;
g. sumber dana.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 98
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 98
(1) Pemerintah dan Pemerintah Provinsi
wajib membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Camat wajib membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan.
Pasal 99
Pembinaan Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (1), meliputi:
a. memberikan pedoman dan standar
pelaksanaan urusan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
b. memberikan pedoman tentang bantuan
pembiayaan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota kepada desa;
c. memberikan pedoman pendidikan dan
pelatihan;
d. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
e. memberikan pedoman dan standar ta
nda Jabatan, pakaian dinas dan atribut bagi Kepala Desa serta perangkat desa;
f. memberikan bimbingan, supervisi dan
konsultasi pelaksanaan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
g. memberikan penghargaan atas
prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan;
h. menetapkan bantuan keuangan
langsung kepada Desa;
i. melakukan pendidikan dan pelatihan
tertentu kepada aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina Pemerintahan
Desa;
j. melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu;
k. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan;
dan
l. pembinaan lainnya yang diperlukan.
l. pembinaan lainnya yang diperlukan.
Pasal 100
Pembinaan Pemerintah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), meliputi:
a. memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari provinsi;
b. menetapkan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi;
c. memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten/ kota;
d. melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten/ kota;
a. memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari provinsi;
b. menetapkan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi;
c. memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten/ kota;
d. melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten/ kota;
e. memfasilitasi keberadaan kesatuan
masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
f. melaksanakan pendidikan dan
pelatihan tertentu skala provinsi;
g. melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu;
h. memberikan penghargaan atas
prestasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan tingkat
provinsi; dan
i. melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan skala provinsi.
Pasal 101
Pembinaan dan pengawasan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2), meliputi:
a. menetapkan pengaturan kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
b. memberikan pedoman pelaksanaan
tugas pembantuan dari kabupaten/kota ke desa;
c. memberikan pedoman penyusunan
peraturan desa dan peraturan kepala desa;
d. memberikan pedoman teknis
pelaksanaan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan;
e. memberikan pedoman penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
f. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan desa;
g. melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa;
h. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa;
i. mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagun aan aset desa;
f. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan desa;
g. melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa;
h. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa;
i. mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagun aan aset desa;
j. melakukan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
k. memfasilitasi keberadaan kesatuan
masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
l. menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan;
m. menetapkan pakaian dan atribut
lainnya bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD sesuai dengan kondisi dan
sosial budaya masyarakat setempat;
n. memberikan penghargaan atas
prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan; dan
o. memberikan sanksi atas penyimpangan
yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan;
p. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.
Pasal 102
Pembinaan dan pengawasan Camat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2), meliputi:
a. memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
b. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan desa;
c. memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
a. memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
b. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan desa;
c. memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
d. memfasilitasi pelaksanaan urusan
otonomi daerah Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada desa;
e. memfasilitasi penerapan dan
penegakan peraturan perundang- undangan;
f. memfasilitasi pelaksanaan tugas kepala desa dan perangkat desa;
g. memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
f. memfasilitasi pelaksanaan tugas kepala desa dan perangkat desa;
g. memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
h. memfasilitasi pelaksanaan tugas,
fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i. memfasilitasi penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
j. memfasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;
k. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa.;
j. memfasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;
k. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa.;
l. memfasilitasi kerjasama antar
lembaga kemasyarakatan dan kerjasama lembaga kemasyarakatan dengan pihak
ketiga;
m. memfasilitasi bantuan teknis dan
pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan; dan
n. memfasilitasi koordinasi unit kerja
pemerintahan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 103
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 103
(1) Masa jabatan kepala desa yang ada
pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa jabatannya.
(2) Anggota Badan Perwakilan Desa yang
ada pada saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.
(3) Sekretaris Desa yang ada selama
ini yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 104
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 104
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 76
Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4155) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 105
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Desa yang bertentangan atau tidak
sesuai, diganti atau diubah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 106
(1) Menteri wajib memfasilitasi
pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Menteri mengatur mengenai Pedoman
Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Administrasi Desa, Tata Naskah Dinas di
lingkungan Pemerintahan Desa, Asosiasi/Paguyuban/Forum Komunikasi Badan
Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa serta tanah kas desa.
Pasal 107
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 158
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 158
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG
DESA
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG
DESA
I. UMUM
Dengan diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
maka Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan
Mengenai Desa harus disesuaikan dengan Undang- Undang Nomor 8 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Walaupun terjadi pergantian
Undang-Undang namun prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan mengenai
desa tetap yaitu; (1) Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah Desa
dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan
pembangunan di Desa ha rus menghormati sistem nilai yang berlaku pada
masyarakat setempat namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, (2) Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan paran aktif masyarakat
agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap
perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa, (3) otonomi asli,
memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus
masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya
yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam
perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan
jaman, (4) Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang
diartikulasi dan diagregasi melalui BPD dan Lemba ga Kemasyarakatan sebagai
mitra Pemerintah Desa, (5) Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Desa ditujukan
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan
kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya
disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas- batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengakui adanya
otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat diberikan penugasan
ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk
melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa diluar desa
gineologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk
karena pemekaran desa atau karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang
warganya pluralistis, majemuk ataupun heterogen, maka otonomi desa yang
merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan
nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan
kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri.
Dengan demikian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa mencakup
urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa, urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan
pengaturannya kepada Desa, tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan yang
diserahkan kepada Desa.
Dalam rangka melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta
pemberdayaan masyarakat, desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas pendapatan
asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian
dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta hibah dan
sumbangan dari pihak ketiga.
Sumber pendapatan yang berasal dari
bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah diberikan kepada desa paling
sedikit 10% (sepuluh per seratus) diluar upah pungut, dan bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota
diberikan kepada desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), sedangkan
bantuan Pemerintah Provinsi kepada desa diberikan sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan keuangan provinsi bersangkutan. Bantuan tersebut lebih diarahkan
untuk percepatan atau akselerasi pembangunan desa. Sumber pendapatan lain yang
dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan
pasar desa, pengelolaan kawasan wisata skala desa, pengeloaan galian C dengan
tidak menggunakan alat berat dan sumber lainnya.
Kepala desa dipilih langsung oleh dan
dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan
dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat, yang diterapkan
dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Kepala Desa pada dasarnya
bertanggungjawab kepada rakyat desa yang prosedur pertanggungjawabannya
disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Kepada BPD, Kepala Desa wajib
memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban dan kepada rakyat menyampaikan
informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya, namun tetap memberikan peluang
kepada masyarakat melalui BPD untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan
lebih lanjut hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.
Sekretaris Desa diisi dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
Sekretaris Desa yang ada selama ini
bukan PNS dan memenuhi persyaratan secara bertahap diangkat menjadi PNS sesuai
peraturan perundang- undangan.
Badan Permusyawaratan Desa, berfungsi
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi
pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja
pemerintah desa. Keanggotaan BPD terdiri dari wakil penduduk desa bersangkutan
yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Yang dimaksud dengan wakil
masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun warga, pemangku adat dan tokoh
masyarakat. Masa jabatan BPD 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya.
Di Desa dapat dibentuk Lembaga
Kemasyarakatan seperti rukun tetangga, rukun warga, PKK, karang taruna dan
lembaga pemberdayaan masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan bertugas
membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat.
Lembaga masyarakat di desa berfungsi sebagai wadah partisipasi dalam
pengelolaan pembangunan agar terwujud demokratisasi dan transparansi
pembangunan pada tingkat masyarakat serta untuk mendorong, memotivasi,
menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan
pembangunan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Pembentukan desa dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat Ayat (2)
Pembentukan Desa baru wajib memperhatikan jumlah penduduk seperti untuk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 75 KK.
Pembentukan Desa baru wajib memperhatikan jumlah penduduk seperti untuk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 75 KK.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan dihapus adalah
tindakan meniadakan desa yang ada.
Pasal 3
Ayat (1)
Pembentukan dusun atau sebutan lain
dapat dilakukan apabila desa bersangkutan sangat luas sehingga memudahkan terselenggaranya
pelayanan pemerintahan yang efisien dan efektif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperhatikan
saran masyarakat adalah usulan disetujui paling sedikit dua pertiga penduduk
desa yang mempunyai hak pilih.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan potensi dan
kondisi ekonomi, sosial budaya masyarakat adalah jenis dan jumlah usaha jasa
dan produksi, keanekaragaman status penduduk, mata pencaharian, perubahan nilai
agraris ke jasa industri dan meningkatnya volume pelayanan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai negeri
sipil dalam ketentuan ini adalah pegawai negeri sipil yang tersedia di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dikelola oleh
kelurahan adalah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan melibatkan
masyarakat kelurahan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Yang dimaksud dengan kewenangan
berdasarkan hak asal-usul desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul, adat istiadat yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan seperti
subak, jogoboyo, jogotirto, sasi, mapalus, kaolotan, kajaroan, dan lain-lain.
Pemerintah daerah mengidentifikasi jenis kewenangan berdasarkan hak asal-usul
dan mengembalikan kewenangan tersebut, yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Huruf b
Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan
identifikasi, pembahasan dan penetapan jenis-jenis kewenangan yang diserahkan
pengaturannya kepada desa, seperti kewenangan dibidang pertanian, pertambangan
dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan,
perkoperasian, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial,
pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, perikanan, politik dalam negeri
dan administrasi publik, otonomi desa, perimbangan keuangan, tugas pembantuan,
pariwisata, pertanahan, kependudukan, kesatuan bangsa dan perlindungan
masyarakat, perencanaan, penerangan/informasi dan komunikasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan kewenangan Kabupaten/Kota
yang diserahkan kepada Desa disertai dengan pembiayaan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "urusan
pemerintahan" antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan
kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga
kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, kerjasama antar desa.
Yang dimaksud dengan "urusan pembangunan" antara lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa.
Yang dimaksud dengan "urusan kemasyarakatan" antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
Yang dimaksud dengan "urusan pembangunan" antara lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa.
Yang dimaksud dengan "urusan kemasyarakatan" antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan mengoordinasikan
pembangunan desa secara partisipatif adalah memfasilitasi dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian pembangunan di desa.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Untuk mendamaikan perselisihan, kepala
desa dapat dibantu oleh lembaga adat desa.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa" adalah laporan semua kegiatan desa
berdasarkan kewenangan desa yang ada, serta tugas-tugas dan keuangan dari
pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota.
Yang dimaksud dengan "memberikan keterangan pertanggungjawaban" adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa termasuk APBDes.
Yang dimaksud dengan "menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat" adalah memberikan informasi berupa pokok-pokok kegiatan.
Yang dimaksud dengan "memberikan keterangan pertanggungjawaban" adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa termasuk APBDes.
Yang dimaksud dengan "menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat" adalah memberikan informasi berupa pokok-pokok kegiatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4 )
BPD dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kritis atas laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala
Desa, tetapi tidak dalam kapasitas menolak atau menerima.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud pembinaan dapat berupa
pemberian sanksi dan/atau penghargaan.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "laporan
akhir masa jabatan" adalah laporan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada Bupati/Walikota dan BPD selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada Bupati/Walikota dan BPD selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan dan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam)
bulan, tidak termasuk dalam rangka melaksanakan tugas dalam rangka kegiatan
yang berkaitan dengan pemerintahan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pernyataan melanggar sumpah/janji
jabatan ditetapkan dengan Keputusan Pengadilan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pemberitahuan secara tertulis dapat
didahului dengan pemberitahuan lisan melalui alat komunikasi.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perangkat
desa" yang menerima penghasilan tetap dalam ketentuan ini tidak termasuk
Sekretaris Desa yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "memproses
pemilihan kepala desa " adalah membentuk panitia pemilihan, menetapkan
calon kepala desa yang berhak dipilih, menetapkan calon kepala desa terpilih
dan mengusulkan calon kepala desa terpilih kepada Bupati/Walikota untuk
disyahkan menjadi kepala desa terpilih.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hal
tertentu" adalah rapat BPD yang akan membahas dan memutuskan kebijakan
yang bersifat prinsip dan strategis bagi kepentingan masyarakat desa seperti
usul pemberhentian kepala desa dan melakukan pinjaman.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "memproses
pemilihan kepala desa" adalah membentuk panitia pemilihan, menetapkan
calon kepala desa yang berhak dipilih, menetapkan calon kepala desa terpilih
dan mengusulkan calon kepala desa terpilih kepada Bupati/Walikota untuk
disyahkan menjadi kepala desa terpilih.
Pasal 44
Huruf a
Yang dimaksud dengan
"bertakwa" dalam ketentuan ini dalam arti taat menjalankan kewajiban
agamanya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "setia"
adalah tidak pernah terlibat gerakan sparatis, tidak pernah melakukan gerakan
secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah Dasar Negara serta
tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Yang dimaksud dengan "setia kepada Pemerintah" adalah yang mengakui pemerintahan yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang dimaksud dengan "setia kepada Pemerintah" adalah yang mengakui pemerintahan yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "penduduk
desa setempat" adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Desa
bersangkutan atau memiliki tanda bukti yang sah sebagai penduduk desa
bersangkutan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "masa
jabatan paling lama 10 (sepuluh) tahun" adalah masa jabatan yang
ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Yang dimaksud dengan "dua kali masa jabatan" adalah seseorang yang menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali masa jabatan baik secara berturut-turut maupun tidak.
Yang dimaksud dengan "dua kali masa jabatan" adalah seseorang yang menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali masa jabatan baik secara berturut-turut maupun tidak.
Huruf j.
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tokoh
masyarakat" adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh pemuda dan
pemuka-pemuka masyarakat lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Pengaturan mengenai masa jabatan, tata
cara pemilihan, pencalonan, pengangkatan, pelantikan, dan pemberhentian kepala
desa pada kesatuan masyarakat hukum adat disesuaikan dengan ketentuan hukum
adat setempat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Hak masyarakat dalam ketentuan ini
dilaksanakan sesuai tata tertib BPD.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"evaluasi" dalam ketentuan ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian
antara kebijakan desa dan kebijakan daerah, keserasian antara kepentingan
publik dan kepentingan aparatur desa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "partisipatif"
dalam ketentuan ini adalah melibatkan pihak terkait dalam penyusunan
perencanaan pembangunan desa.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "lembaga
kemasyarakatan desa" seperti rukun tetangga, rukun warga, karang taruna,
PKK, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup kelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dari bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) diberikan langsung
kepada Desa.
Dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa yang dialokasikan secara proporsional.
Dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa yang dialokasikan secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "bagian dari
dana perimbangan keuangan pusat dan daerah" adalah terdiri dari dana bagi
hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurang
belanja pegawai.
Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tigapuluh per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD dan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tigapuluh per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD dan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Huruf d
Bantuan dari Pemerintah diutamakan
untuk tunjangan penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Bantuan dari
Propinsi dan kabupaten/kota digunakan untuk percepatan atau akselerasi
pembangunan Desa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "sumbangan
dari pihak ketiga" dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf, dan atau
lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi
kewajiban pihak penyumbang.
Yang dimaksud dengan "wakaf" dalam ketentuan ini adala h perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Yang dimaksud dengan "wakaf" dalam ketentuan ini adala h perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Keuangan desa adalah semua hak dan
kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang
dan barang yang dapat dijadikan milik desa yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebutuhan dan
potensi desa adalah:
a. kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;
a. kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;
b. tersedia sumberdaya desa yang belum
dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa;
c. tersedia sumberdaya manusia yang
mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat;
d. adanya unit-unit usaha masyarakat
yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial
dan kurang terakomodasi;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang tergolong "badan hukum"
dapat berupa lembaga bisnis, yaitu unit usaha yang kepemilikan sahamnya berasal
dari Pemerintah Desa dan masyarakat seperti usaha mikro kecil dan menengah,
lembaga keuangan mikro perdesaan (usaha ekonomi desa simpan pinjam, badan
kredit desa, lembaga simpan pinjam berbasis masyarakat, lembaga perkreditan
desa, lumbung pitih nagari dan sebagainya).
Pasal 79
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "usaha
desa" adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti:
a. usaha jasa yang meliputi jasa
keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha lain yang
sejenis.
b. Penyaluran sembilan bahan pokok
ekonomi desa c. perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis.
d. Industri dan kerajinan rakyat.
Sedangkan yang dimaksud dengan "dikelola oleh Pemerintah Desa dan masyarakat", adalah pemilikan modal dan pengelolaan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan "dikelola oleh Pemerintah Desa dan masyarakat", adalah pemilikan modal dan pengelolaan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "permodalan
dari Pemerintah Desa" adalah penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Desa
dari kekayaan desa yang dipisahkan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
"kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan
masyarakat" adalah Pemerintah Desa sebagai unsur penasehat (komisaris) dan
masyarakat sebagai unsur pelaksana operasional (direksi).
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "mendapatkan
persetujuan BPD" dalam ketentuan ini adalah persetujuan tertulis dari BPD
setelah diadakan rapat khusus untuk itu.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini bentuk kerja sama
dapat dilakukan dengan membentuk perjanjian bersama atau membentuk peraturan
bersama.
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 80 ayat (2).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Pembentukan Badan Kerja Sama
disesuaikan dengan kebutuhan dan memperhatikan cakupan obyek kerja sama,
pembiayaan atau kompleksitas jenis kegiatan.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal berperkara di pengadilan,
pemerintah desa dapat diwakili oleh pihak yang ditunjuk oleh Kepala Desa.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Lembaga kemasyarakatan dalam ketentuan
ini misalnya Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga,
Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat atau sebutan lain.
Yang dimaksud dengan "dapat dibentuk" adalah didasarkan atas pertimbangan bahwa kehadiran lembaga tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maksud dan tujuannya jelas, bidang kegiatannya tidak tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada.
Yang dimaksud dengan "dapat dibentuk" adalah didasarkan atas pertimbangan bahwa kehadiran lembaga tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maksud dan tujuannya jelas, bidang kegiatannya tidak tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Huruf a.
Yang diimaksud dengan "menyusun
rencana pembangunan secara partisipatif" adalah proses perencanaan
pembangunan yang melibatkan berbagai unsur masyarakat terutama kelompok
masyarakat miskin dan perempuan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan melaksanakan,
mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara
partisipatif adalah dengan melibatkan masyarakat secara demokratis, terbuka dan
bertanggung jawab untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi masyarakat serta
terselenggaranya pembangunan berkelanjutan.
Huruf c.
Yang dimaksud dengan
"menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya
masyarakat" adalah Penumbuhkembangan dan penggerakan prakarsa, partisipasi
serta swadaya gotong royong masyarakat yang dilakukan oleh Kader Pemberdayaan
Masyarakat atau sebutan lain.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
"menumbuhkembangkan kondisi dinamis" adalah untuk mempercepat
terwujudnya kemandirian masyarakat.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
"pengembangan kemitraan" adalah mengembangkan kerjasama yang saling
menguntungkan, saling percaya dan saling mengisi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 94
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mempunyai
kemauan" adalah minat dan sikap seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan
dengan sukarela.
Yang dimaksud dengan "kemampuan" adalah kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan, bisa berupa pikiran, tenaga/waktu, atau sarana dan material lainnya.
Yang dimaksud dengan "Kepedulian" adalah sikap atau prilaku seseorang terhadap hal-hal yang bersifat khusus, pribadi dan strategis dengan ciri keterkaitan, keinginan dan aksi untuk melakukan sesuatu kegiatan.
Yang dimaksud dengan "kemampuan" adalah kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan, bisa berupa pikiran, tenaga/waktu, atau sarana dan material lainnya.
Yang dimaksud dengan "Kepedulian" adalah sikap atau prilaku seseorang terhadap hal-hal yang bersifat khusus, pribadi dan strategis dengan ciri keterkaitan, keinginan dan aksi untuk melakukan sesuatu kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan prasarana
perdesaan, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pengembangan
sosial budaya pedesaan.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 100
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan prasarana
perdesaan, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pengembangan
sosial budaya pedesaan pada skala provinsi.
Pasal 101
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j.
Cukup jelas.
Huruf k.
Cukup jelas.
Huruf l.
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan prasarana
perdesaan, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pengembangan
sosial budaya pedesaan pada skala Kabupaten/Kota.
Pasal 102
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "pembangunan
partisipatif" adalah fasilitasi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan serta pengembangan tindak lanjut pembangunan secara partisipatif.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup Jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4857
Go Back | Tentang Kami | Forum Diskusi | Web Mail | Kontak Kami © Legalitas.Org
Langganan:
Postingan (Atom)